Ini adalah kali pertama Natal ga bersama Papa-Mama.
Kali ini gue jauh dari rumah, gue lagi pelayanan di Surabaya.
Biasanya gue paling menantikan acara Natal di Serang, di tempat tinggal gue.
Tapi kali ini, suasananya beda banget.
Ditambah lagi, sepupu gue yang biasanya meramaikan acara kumpul keluarga meninggal di bulan November kemarin.
Rasanya Natal kali ini ga sama kayak tahun-tahun yang lalu.
Natal nggak jadi penyemangat supaya bisa kerjain UAS dengan cepat dan baik.
Karena gue udah lulus dari STT Jakarta, bulan Juni kemarin.
Natal nggak bikin kangen sama suasana atau dekorasi gereja.
Karena gue yang bantuin ngedekor gereja tempat pelayanan gue di Surabaya.
Banya yang bilang, supaya nggak galau yaa coba menyibukkan diri aja.
Tapi, ketika gue sibuk dan berasa capek, gue inget rumah, inget Mama-Papa gue, inget adek gue, inget sodara-sodara gue.
Biasanya kalo capek, ya capek bareng-bareng karena datang acara Natal gereja dan ngumpul keluarga juga bareng-bareng.
Tapi kali ini, gue capek dan mereka malah sibuk yang lain.
Lagu-lagu Natal yang biasanya jadi temen gue untuk kerjain paper UAS malah jadi lagu pengantar tidur gue.
Suasananya bener-bener berubah.
Sejak Natal 2012, bulan Desember adalah bulan yang paling menyenangkan buat gue dan Elric.
Soalnya, pada Desember 2012 dan tahun baru 2013 gue dan Elric mulai 'lebih deket'.
Kami jadian pada 2 Januari 2013.
Pas menjelang tahun baru 2014, Elric datang ke rumah dan kasih kado Natal.
Kado Natalnya itu sekotak cokelat, dan rasanya cokelatnya masih ada sampai sekarang.
Kami ngerayain 1 tahun jadian kami, luar biasa banget!
Tapi menjelang Natal 2014, Elric sempet main ke Surabaya.
Lalu, akhir tahun 2014 Elric rencananya mau liburan ke Singapur sama keluarganya.
Gue?
Gue berusaha menyibukkan diri, supaya ga galau.
Tapi, suasana Surabaya justru bikin galau karena mendung, dingin, dan sering hujan.
Ketika hujan, suasana hati gue akan lebih mellow daripada biasanya.
Kalo kayak di film, gue yang galau dan mellow bakal nyenderin kepala ke jendela, berusaha memegang titik air di luar jendela.
Terus, air mata gue akan jatuh satu-satu, lalu gue nangis.
STOP!
Gue ga sealay itu!
Gue harus bisa bersikap dewasa.
Gue udah 23 tahun sekarang, masa sih harus galau dan jadi alay gitu?
Gue harus bisa menyikapi kesedihan gue dengan lebih bijak.
Gue udah jadi Sarjana sekarang, masa sih masih ga bisa kendaliin emosi?
Gue harus bisa mengendalikan emosi dan sikap.
Gue udah jadi calon pendeta sekarang, masa sih masih labil?
Temen gue yang paling setia sekarang ini adalah laptop gue.
Laptop gue berisi banyak file, yang bisa membuat gue terhibur sekaligus menyibukkan diri.
Untungnya laptop gue udah 'sembuh' jadi bisa gue pakai untuk menunjang keperluan pelayanan gue di sini.
Kalo lagi ga ada kesibukan, ya gue main laptop.
Bisa denger lagu, nonton film, lihat foto, bikin khotbah/renungan.
Kalau sinyal internet dari WiFi gereja lagi OK, gue sibuk cari donlotan.
Gue berusaha menyibukkan diri supaya ga terlalu sedih.
This is my Christmas story this year. What's yours?
Ini adalah hasil perenungan pribadi. Apapun bentuknya, ini tulisan saya. Mohon kritik yang membangun supaya saya bisa menulis dengan lebih baik lagi. Terima kasih :)
Minggu, 21 Desember 2014
Rabu, 10 September 2014
Khotbah HUT Kemerdekaan Indonesia ke-69
Dipanggil Untuk Memerdekakan
GKI Gunung Sahari, 17 Agustus 2014
Bacaan Alkitab
Kej. 45 : 1-15
Mzm. 133
Rom. 11 : 29-32
Mat. 15 : (10-20) 21-28
Pembukaan:
Good
evening ladies and gentlemen sering diterjemahkan dengan ‘Selamat
sore bapak/ibu’. Ini adalah terjemahannya keliru. Harusnya perempuan yang disebut lebih
dahulu, lalu laki-laki. Di beberapa negara, sapaan ditujukan kepada perempuan terlebih dahulu. Itulah sebabnya Bapak Alfred Simanjuntak menciptakan lagu
kemerdekaan dengan judul Bangun Pemudi-Pemuda, bukan Bangun Pemuda-Pemudi.
Seorang Alfred Simanjuntak, biasa
dipanggil dengan sebutan pak Siman, kependekan dari marga Simanjuntak. Beliau
tutup usia pada 25 Juni 2014 dalam usia 92 tahun. Namun di usia yang masih
sangat muda 23 tahun, beliau berani mengobarkan semangat yang luar biasa di
kalangan pemuda di Indonesia. Semangat kemerdekaan itu diwujudkan dalam lagu Bangun
Pemudi Pemuda. Lagu ini diciptakan agar mudah dinyanyikan oleh semua kalangan.
Liriknya cukup singkat namun sangat membakar semangat. Lagunya enak dan mudah
dinyanyikan. Namun menurut salah satu sumber, Pak Siman tidak mendapat royalti
dari Negara kita untuk lagu Bangun Pemudi-Pemuda ini.
Padahal apa yang dilakukan Pak
Siman melalui lagu ini adalah untuk menyatukan seluruh anak muda Indonesia
untuk mencapai kemerdekaan. Tindakan heroik ini sempat membahayakan nyawanya,
karena diincar oleh polisi Jepang untuk dibunuh.
Pembahasan Bacaan:
Ibu/Bapak yang dikasihi dalam Tuhan
Yesus Kristus, berbicara tentang kisah heroik, Yusuf dalam bacaan kita hari ini
juga mau menunjukkan sebuah semangat persatuan sebagai saudara. Minggu lalu
kita ingat tentang bagaimana perlakuan saudara-saudara Yusuf yang tega
menjualnya kepada orang asing yang lewat. Yusuf dibuang oleh saudaranya dan
dianggap telah mati oleh Yakub, ayahnya. Namun dengan penyertaan Tuhan, Yusuf
menjadi penguasa di Mesir. Di tengah karir yang sangat gemilang itu, masa lalu
seolah datang lagi kepada Yusuf. Saudara-saudaranya datang untuk meminta
bantuan bahan makanan. Tindakan Yusuf awalnya sangat menutup diri. Ia tidak
berani mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya. Tapi, jika Yusuf tidak mengakui
bahwa ia adalah saudara yang telah dibuang dan dianggap mati, maka tidak akan
ada bangsa Israel. Yusuf menjadi sosok pahlawan yang mau memerdekakan
saudara-saudaranya. Yusuf memaafkan mereka. Yusuf menolong mereka. Yusuf
menjadi penopang utama kehidupan saudara-saudaranya selama masa krisis makanan
terjadi di tanah Kanaan, tempat Yusuf dan saudara-saudaranya tinggal dahulu.
Kalau Yusuf tidak mengakui bahwa dirinya adalah anak Yakub yang dibuang, maka
janji Tuhan untuk menjadikan keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub sebagai bangsa
yang besar tidak akan terjadi. Yusuf menjadi kunci pemersatu bangsa Israel.
Yusuf menjadi sosok penting dalam menyelamatkan masa depan keturunan Yakub atau
Israel.
Dalam bacaan Injil kita, bapak/ibu,
sosok heroik yang menjadi pemersatu adalah Tuhan Yesus. Melalui perjumpaannya
dengan perempuan Kanaan, Tuhan Yesus mau membuka pintu kasih yang lebar bagi
perempuan Kanaan ini. IA memberikan kasih yang luar biasa bagi mereka yang
percaya kepada-Nya. Melalui Tuhan Yesus, perempuan Kanaan ini dimerdekakan dari
rasa malu dan rasa terasingkan karena berasal dari kaum non-Yahudi. Tuhan Yesus
mau memerdekakan setiap orang yang percaya kepada-Nya. Tuhan Yesus tidak
membeda-bedakan orang menurut ras atau keturunannya. Tapi Tuhan Yesus melihat
hati yang sungguh untuk mau percaya dan mempercayakan diri pada Tuhan.
Penutup:
Bapak/Ibu yang dikasihi Tuhan, kita
pada hari ini juga merayakan kemerdekaan bangsa Indonesia ke-69, sekaligus juga
merayakan kemerdekaan kita dari kuasa dosa dan maut. Hari ini kita diajak dan
diingatkan untuk merasakan kemerdekaan dan juga memberikan rasa meredeka bagi
orang lain. Kita sudah dipersatukan oleh Tuhan sebagai orang-orang yang percaya
yang hadir di Negara Indonesia ini. Sudah seharusnya kita menjadi pemersatu,
bukan pemisah. Sudah seharusnya kita menjadi rukun, bukan rusuh. Persatuan dan
kerukunan adalah berkat dari Allah, seperti kata pemazmur tadi. Tidak ada yang
lebih indah daripada sebuah persekutuan, kekeluargaan, keakraban yang hangat di
dalam Tuhan bersama dengan saudara-saudara kita. Saudara kita yaitu mereka yang
sebangsa dan setanah-air, warga Indonesia.
Sekarang pertanyaannya, apa yang
telah kita lakukan bagi saudara kita? Sudahkah kita menjadi orang merdeka, yang
juga memerdekakan orang lain?
Seperti tema kita hari ini,
bapak/ibu, kita dipanggil untuk memerdekakan. Memerdekakan sesama kita, Negara
kita, keluarga kita, lingkungan kita, gereja kita. Memerdekakan berarti menjadi
pewarta kabar baik tentang keselamatan dan kasih Tuhan pada kita. Negara kita
sekarang ini perlu orang-orang yang cerdas secara mental. Karena, suatu bangsa
akan maju jika rakyatnya juga berpikiran maju. Maka dari itu, hendaknya setiap
apa yang kita perbuat menunjukkan bahwa kita adalah orang yang benar-benar
merdeka. Jangan biarkan kita dijajah oleh pikiran-pikiran negatif, yang bisa
memecah-belah kita. Seperti pak Siman, yang juga adalah warga Gereja, yang
memberikan diri mengabdi demi memerdekakan bangsa lewat banyak hal, sudah
sepantasnya kita juga melakukan sesuatu. Karena kita dipanggil untuk merdeka
dari kuasa dosa dan dari segala bentuk perpecahan. Amin.
Langganan:
Postingan (Atom)