Rabu, 10 September 2014

Khotbah HUT Kemerdekaan Indonesia ke-69


Dipanggil Untuk Memerdekakan
GKI Gunung Sahari, 17 Agustus 2014


Bacaan Alkitab
Kej. 45 : 1-15
Mzm. 133
Rom. 11 : 29-32
Mat. 15 : (10-20) 21-28

Pembukaan:
Good evening ladies and gentlemen sering diterjemahkan dengan ‘Selamat sore bapak/ibu’. Ini adalah terjemahannya keliru. Harusnya perempuan yang disebut lebih dahulu, lalu laki-laki. Di beberapa negara, sapaan ditujukan kepada perempuan terlebih dahulu. Itulah sebabnya Bapak Alfred Simanjuntak menciptakan lagu kemerdekaan dengan judul Bangun Pemudi-Pemuda, bukan Bangun Pemuda-Pemudi.
Seorang Alfred Simanjuntak, biasa dipanggil dengan sebutan pak Siman, kependekan dari marga Simanjuntak. Beliau tutup usia pada 25 Juni 2014 dalam usia 92 tahun. Namun di usia yang masih sangat muda 23 tahun, beliau berani mengobarkan semangat yang luar biasa di kalangan pemuda di Indonesia. Semangat kemerdekaan itu diwujudkan dalam lagu Bangun Pemudi Pemuda. Lagu ini diciptakan agar mudah dinyanyikan oleh semua kalangan. Liriknya cukup singkat namun sangat membakar semangat. Lagunya enak dan mudah dinyanyikan. Namun menurut salah satu sumber, Pak Siman tidak mendapat royalti dari Negara kita untuk lagu Bangun Pemudi-Pemuda ini.
Padahal apa yang dilakukan Pak Siman melalui lagu ini adalah untuk menyatukan seluruh anak muda Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Tindakan heroik ini sempat membahayakan nyawanya, karena diincar oleh polisi Jepang untuk dibunuh.
Pembahasan Bacaan:
Ibu/Bapak yang dikasihi dalam Tuhan Yesus Kristus, berbicara tentang kisah heroik, Yusuf dalam bacaan kita hari ini juga mau menunjukkan sebuah semangat persatuan sebagai saudara. Minggu lalu kita ingat tentang bagaimana perlakuan saudara-saudara Yusuf yang tega menjualnya kepada orang asing yang lewat. Yusuf dibuang oleh saudaranya dan dianggap telah mati oleh Yakub, ayahnya. Namun dengan penyertaan Tuhan, Yusuf menjadi penguasa di Mesir. Di tengah karir yang sangat gemilang itu, masa lalu seolah datang lagi kepada Yusuf. Saudara-saudaranya datang untuk meminta bantuan bahan makanan. Tindakan Yusuf awalnya sangat menutup diri. Ia tidak berani mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya. Tapi, jika Yusuf tidak mengakui bahwa ia adalah saudara yang telah dibuang dan dianggap mati, maka tidak akan ada bangsa Israel. Yusuf menjadi sosok pahlawan yang mau memerdekakan saudara-saudaranya. Yusuf memaafkan mereka. Yusuf menolong mereka. Yusuf menjadi penopang utama kehidupan saudara-saudaranya selama masa krisis makanan terjadi di tanah Kanaan, tempat Yusuf dan saudara-saudaranya tinggal dahulu. Kalau Yusuf tidak mengakui bahwa dirinya adalah anak Yakub yang dibuang, maka janji Tuhan untuk menjadikan keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub sebagai bangsa yang besar tidak akan terjadi. Yusuf menjadi kunci pemersatu bangsa Israel. Yusuf menjadi sosok penting dalam menyelamatkan masa depan keturunan Yakub atau Israel.
Dalam bacaan Injil kita, bapak/ibu, sosok heroik yang menjadi pemersatu adalah Tuhan Yesus. Melalui perjumpaannya dengan perempuan Kanaan, Tuhan Yesus mau membuka pintu kasih yang lebar bagi perempuan Kanaan ini. IA memberikan kasih yang luar biasa bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Melalui Tuhan Yesus, perempuan Kanaan ini dimerdekakan dari rasa malu dan rasa terasingkan karena berasal dari kaum non-Yahudi. Tuhan Yesus mau memerdekakan setiap orang yang percaya kepada-Nya. Tuhan Yesus tidak membeda-bedakan orang menurut ras atau keturunannya. Tapi Tuhan Yesus melihat hati yang sungguh untuk mau percaya dan mempercayakan diri pada Tuhan.
Penutup:
Bapak/Ibu yang dikasihi Tuhan, kita pada hari ini juga merayakan kemerdekaan bangsa Indonesia ke-69, sekaligus juga merayakan kemerdekaan kita dari kuasa dosa dan maut. Hari ini kita diajak dan diingatkan untuk merasakan kemerdekaan dan juga memberikan rasa meredeka bagi orang lain. Kita sudah dipersatukan oleh Tuhan sebagai orang-orang yang percaya yang hadir di Negara Indonesia ini. Sudah seharusnya kita menjadi pemersatu, bukan pemisah. Sudah seharusnya kita menjadi rukun, bukan rusuh. Persatuan dan kerukunan adalah berkat dari Allah, seperti kata pemazmur tadi. Tidak ada yang lebih indah daripada sebuah persekutuan, kekeluargaan, keakraban yang hangat di dalam Tuhan bersama dengan saudara-saudara kita. Saudara kita yaitu mereka yang sebangsa dan setanah-air, warga Indonesia.
Sekarang pertanyaannya, apa yang telah kita lakukan bagi saudara kita? Sudahkah kita menjadi orang merdeka, yang juga memerdekakan orang lain?
Seperti tema kita hari ini, bapak/ibu, kita dipanggil untuk memerdekakan. Memerdekakan sesama kita, Negara kita, keluarga kita, lingkungan kita, gereja kita. Memerdekakan berarti menjadi pewarta kabar baik tentang keselamatan dan kasih Tuhan pada kita. Negara kita sekarang ini perlu orang-orang yang cerdas secara mental. Karena, suatu bangsa akan maju jika rakyatnya juga berpikiran maju. Maka dari itu, hendaknya setiap apa yang kita perbuat menunjukkan bahwa kita adalah orang yang benar-benar merdeka. Jangan biarkan kita dijajah oleh pikiran-pikiran negatif, yang bisa memecah-belah kita. Seperti pak Siman, yang juga adalah warga Gereja, yang memberikan diri mengabdi demi memerdekakan bangsa lewat banyak hal, sudah sepantasnya kita juga melakukan sesuatu. Karena kita dipanggil untuk merdeka dari kuasa dosa dan dari segala bentuk perpecahan. Amin.